Buah Swadaya Warga, Cerita Kampung Ceria dan Batik Tin Ubah Tampilan Gundih Surabaya
Blusukan

Buah Swadaya Warga, Cerita Kampung Ceria dan Batik Tin Ubah Tampilan Gundih Surabaya

Diresmikannya Kampung Batik Tin Gundih dan Kampung Ceria oleh Wali Kota Eri Cahyadi pada tahun 2021 menjadi sebuah icon baru yang mengubah wajah Kelurahan Gundih menjadi lebih produktif. Tidak instan, peresmian konsep ini merupakan buah dari kerja keras dan guyub rukun warga yang selaras dengan gagasan Wali Kota, ingin menghidupkan wilayah-wilayah di Surabaya. 

Proses pembentukan konsep perkampungan ini bermula pada tahun 2009 di mana Siswoyo yang kala itu menjabat sebagai RW Gundih beserta Pipit istrinya membawa inisiatif untuk membuat kelurahan Gundih lebih produktif. Hal ini bertujuan untuk membawa peningkatan pada perekonomian warga. Kecintaan Siswoyo dan istrinya terhadap batik, membawanya mulai mengikuti banyak pelatihan terkait pembuatan batik, sembari mengajak dan memberdayakan masyarakat. Dengan modal pribadi, ia memulai proses produksi batik ini dengan membawa branding “Galeri Batik Tin Gundih”. Dengan dukungan pihak kecamatan, ia mulai memasarkan produknya secara offline maupun online.

 

“Setelah mengikuti berbagai pelatihan, kami mulai produksi batiknya bersama-sama dengan warga, beruntung Pak Camat kita mau bantu juga untuk mengenalkan produk kami ke teman-temannya, jadi kami sering dapat pesanan dari Dinas,” ujar Pipit kepada aspirasivirtual Selasa (24/10/2023).

Saat ini Kampung Batik Tin Gundih aktif memproduksi batik tulis setiap harinya. Batik ini diperjualkan dalam bentuk kain, dan pakaian (sesuai pesanan). Para konsumen dapat membeli produk Batik Tin secara langsung di pusat perbelanjaan BG Junction, dan Stasiun Pasar Turi Surabaya. Secara online, konsumen biasa memesan melalui instagam @kampungceria_kampungbatiktin  atau melalui aplikasi yang diluncurkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, E-Peken. Proses produksi batik tulis Tin Gundih dilakukan secara handmade, mulai dari pembuatan pola, pencantingan, hingga pewarnaannya. Proses ini membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu lamanya per kain. Hingga saat ini, Siswoyo, Pipit dan beberapa masyarakat Gundih aktif memproduksi puluhan kain batik setiap bulannya. 

Unik, nama Batik Tin dipilih bukan tanpa alasan. Hal ini dipilih berdasar pola buah Tin yang selalu digunakan dalam setiap pola batiknya. 

“Buah Tin sendiri merupakan buah yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia,” tambah Pipit. 

Tak hanya produksi batik, kini Kampung Batik Tin Gundih juga menawarkan paket wisata edukasi dengan berbagai fasilitas. Dengan hanya Rp50 ribu saja, para wisatawan akan mendapatkan selembar kain batik, lengkap dengan berbagai alat pewarnaannya. Tak hanya itu, setiap wisatawan juga akan diajarkan tentang proses pembuatan batik mulai dari penggambaran pola, pencantingan, hingga pewarnaannya. 

Di sisi lain, Gundih kini juga dikenal dengan konsep Kampung Ceria yang semakin menghidupkan wilayahnya. Kampung Ceria Gundih menawarkan spot menarik, untuk bercengkerama, rapat, atau hanya sekedar bersantai bersama. 

“Spot ini sempat beberapa kali disewa, untuk digunakan sebagai tempat gathering sebuah kantor. Jadi bisa kumpul di sini, kami sediakan fasilitas mesin kopi,” tambah Pipit. 

Kelap kelip lampu yang dipasang pada setiap sudut Gundih, juga semakin memperindah suasana. 

Menurut Pipit, perubahan Kampung Gundih menjadi lebih “hidup” ini tak terlepas dari swadaya warga yang tak pernah menyerah pada prosesnya, serta dukungan dari pemerintah kota. 

“Harapannya ke depannya, kami bisa semakin meningkatkan kualitas produk dan bisa memasarkannya lebih luas lagi. Tak hanya itu, kami juga membutuhkan pendapat dan dukungan dari banyak pihak, agar program wisata edukasi bisa semakin dimaksimalkan, dan menarik lebih banyak wisatawan lagi,” tutup Pipit.

    X