Daerah Peneleh Surabaya menyimpan banyak sekali bangunan bersejarah. Tak cuma rumah yang pernah ditinggali oleh Soekarno, ada juga beberapa tempat ibadah yang sudah berusia ratusan tahun. Salah satunya Langgar Dukur Kayu di Gang Lawang Seketeng IV, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng. Sesuai namanya, bangunan ini merupakan musala yang terbuat dari kayu jati. Kayu tersebut masih dipertahankan sejak musala itu pertama kali dibangun.
Langgar ini menempati sebidang tanah di persimpangan gang. Hal yang pertama kali tertangkap mata ketika berada di depan langgar adalah ukiran dinding luar lantai duanya yang berbentuk sisik ikan. Silvana, perwakilan Pokdarwis Peneleh menuturkan, konon katanya sisik ikan ini jumlahnya selalu berbeda.
“Setiap orang yang coba ngitung katanya selalu berbeda jumlahnya, mbak,” katanya kepada IDN Times, Jumat (22/3/2024).
Selain sisik, pada sisi luar bangunan juga ditemukan ukiran berbentuk teratai dan sebuah pola menyerupai logo majapahit. Logo ini disebut memiliki keterkaitan dengan sumur Jobong yang berada di wilayah Peneleh juga.
Tak cuma kayu sebagai material utama yang dipertahankan, Langgar Dukur juga masih menggunakan besi yang diproduksi oleh pabrik Belanda zaman dulu. Tertulis nama perusahaan Belanda pada besi pengunci pintu yang nampak dipenuhi karat.
Di lantai dua, tepat sebelum memasuki ruang salat terdapat kentongan besar yang masih dipergunakan hingga sekarang untuk panggilan salat. Masuk ke dalam ruang salat terdapat beberapa benda bersejarah.
Salah satu yang cukup mencolok adalah desain interior yang bertuliskan arab pegon atau arab jawa berbunyi, “Awetipun jumeneng puniko langgar taun 1893 sasi 1”. Artinya, langgar dibangun tahun 1893 di bulan pertama. Sedangkan tanggal 24 Agustus 1985 diperkirakan sebagai tanggal renovasi pertama.
Selain itu, di langgar ini juga terdapat Al Quran pemberian pemerintah kolonial Belanda. Syahril, anggota Pokdarwis lain mengatakan bahwa hal itu Belanda kerap kali memberikan hadiah bagi para pemangku wilayah untuk melancarkan berbagai siasatnya.
“Karena pemangku wilayah sini dulunya adalah ulama, ya, jadi diberi Al Quran. Sebenarnya ini cuma buku kosong tapi akhirnya ditulis tangan ayat-ayat Al Quran dan diberi stempel hologram VOC yang seperti uang, baru kelihatan kalau diterawang pakai senter,” jelasnya.
Adapun tongkat yang biasa digunakan untuk khotbah, dibuat menyerupai tombak dengan besi runcing di ujungnya. Begitu pula tongkat menyerupai ular, diperkirakan milik imam langgar terdahulu. Belum ditelusuri lebih lanjut soal sejarahnya.
Yang paling menarik adalah penggunaan jadwal salat kuno pada langgar tersebut. Menurut Syahril, jadwal salat ini tak ditulis di kertas biasa, melainkan kertas daluang berukuran 41,5 kali 33 sentimeter.
“Ini jadwal salat lima waktu, bisa dilihat ada angka-angkanya. Ini pakai kertas daluang, ya, dari kulit pohon glugu atau saeh,” ucapnya.
Meski ada sejumlah tulisan yang sulit untuk dibaca karena termakan usia, tetapi wujud asli naskah masih bisa kita saksikan hingga saat ini karena cara pengawetan yang terbilang sederhana nan unik. Naskah itu diawetkan menggunakan rempah-rempah seperti bunga lawang, merica, dan cengkeh yang dibungkus kain kasa.
Menurut cerita masyarakat, langgar ini dulunya kerap digunakan sebagai tempat berkumpulnya para pahlawan, yang selain digunakan beribadah juga untuk merumuskan strategi perang melawan sekutu. “Dari penuturan masyarakat sekitar pun katanya Soekarno dulu pernah ngaji di sini.”
Eksistensi Langgar Dukur sendiri menjadi bukti bahwa kegiatan keagamaan Islam telah berlangsung sejak berabad-abad silam di Peneleh. Namun, langgar ini bukan satu-satunya lantaran tiap gang kawasan Peneleh memiliki masjid atau langgar yang banyak berdiri sejak 1800an. Sebagian dilestarikan hingga saat ini, sebagian lagi telah terkikis zaman sampai tak ada jejak orisinil sejarahnya yang tersisa.
Leave feedback about this