Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi memiliki efek domino terhadap naiknya harga beragam komoditi di pasaran. Meskipun pemerintah pusat telah menyediakan anggaran sebagai bantuan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan, namun pemerintah daerah tetap harus pintar-pintar memutar otak. Terlebih daerah yang perekonomian warganya bergantung pada sektor perdagangan dan industri seperti Surabaya.
Dalam waktu relatif singkat, DPRD dan Pemerintah Kota Surabaya telah duduk bersama untuk menemukan formulasi yang tepat guna mengantisipasi dampak dari kenaikan BBM di Kota Pahlawan. Formulasi tersebut tertuang pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya tahun 2022. Saat ini draf raperda tersebut telah diserahkan ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendapatkan arahan dan persetujuan.
Wakil Ketua DPRD Surabaya, Reni Astuti menjelaskan salah satu anggaran yang termuat dalam perubahan APBD tersebut ialah alokasi bantuan untuk nelayan dan driver ojek online (ojol). Total bantuan yang dianggarkan sebesar Rp 8,9 miliar.
“Terkait bantalan sosial ini, Dinas Sosial Kota Surabaya telah membeberkan sejumlah nama-nama yang nantinya akan mendapat bantuan,” ujarnya, Rabu (21/9/2022).
Tak hanya anggaran bantuan untuk nelayan dan driver ojol, di dalam perubahan APBD tahun 2022 tersebut juga terdapat alokasi Belanja Tidak Terduga. Besaran alokasi Belanja Tidak Terduga tersebut mencapai Rp 11 miliar.
“Alokasi anggaran tersebut diperuntukkan bagi warga yang terdampak kenaikan BBM. Sebab, ternyata masih ada yang belum tersentuh, jadi Belanja Tidak Terduga ini bisa dialokasikan (untuk mereka),” jelasnya.
Sementara itu, anggota Banggar DPRD Surabaya, Aning Rahmawati menilai driver ojol memang sangat terdampak kenaikan harga BBM. Sebab, mobilitas mereka bergantung pada BBM.
“Mereka kesulitan untuk bekerja di tengah harga BBM yang melambung. Di sisi lain, banyak di antara mereka yang belum tersentuh BLT BBM dari pusat,” ujarnya.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya ini juga meminta Pemkot Surabaya untuk memastikan agar bantuan yang dianggarkan melalui perubahan APBD ini benar-benar tepat sasaran dan tidak tumpang tindih dengan bantuan lainnya.
“Dalam hal ini kami meminta Dinas Sosial untuk melakukan pemetaan dengan melibatkan pihak RT dan RW yang mengetahui kondisi warga. Jadi harus ada survei seperti pendataan warga MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Sehingga bantalan sosial ini bisa tepat sasaran,” tandasnya.