Komisi B Soroti Minimnya Fasilitas di Rumah Potong Unggas
Berita Dinamika Dewan

Komisi B Soroti Minimnya Fasilitas di Rumah Potong Unggas

Fasilitas Rumah Potong Unggas (RPU) di Jeruk, Kecamatan Lakarsantri dinilai masih minim fasilitas. Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Yuga Pratisabda Widyawasta menyoroti kekurangan fasilitas Air Blast Freezer (ABF) di RPU tersebut.

Meski pengelolaan telah resmi diserahkan kepada BUMD PT RPH Kota Surabaya (Perseroda), RPU ini bahkan tidak memiliki peralatan freezer. Padahal alat ini sangat vital untuk membekukan karkas unggas dengan kecepatan tinggi guna menjaga kualitas daging unggas, serta mencegah pertumbuhan mikroorganisme.

“RPU Jeruk Lakarsantri tidak punya ABF. Padahal, pengiriman jumlah besar ke luar pulau sangat membutuhkan mesin blast freezer untuk membekukan karkas unggas dengan cepat dalam kapasitas besar,” kata Yuga, Senin (8/12/2025).

Yuga menambahkan, RPU Jeruk sejatinya memiliki peluang besar untuk bersaing. Hanya saja, target pasarnya tidak bisa hanya mengandalkan wilayah Surabaya yang kondisinya sudah jenuh. 

Peluang terbesar justru terbuka lebar di luar pulau. Sayangnya, permintaan yang tinggi dari luar pulau tersebut belum bisa diakomodasi oleh manajemen RPU akibat ketiadaan teknologi pembekuan tersebut.

“Pengiriman luar pulau belum bisa dilakukan karena terkendala tidak mempunyai mesin ice blasting-nya,” tegas Yuga.

Selain masalah ekspor ke luar pulau, Yuga juga memberikan catatan terkait suplai daging unggas dari RPU Jeruk ke pasar-pasar di Surabaya yang dinilai masih sangat minim.

“Masih kecil, anggap (seperti) belum beroperasional sih,” imbuhnya. 

Selain masalah teknis peralatan, Yuga mengungkapkan bahwa tantangan terberat RPU saat ini adalah masih maraknya aktivitas pemotongan unggas di luar RPU resmi, yakni di pasar-pasar tradisional atau penjagalan liar.

Para pedagang daging ayam atau bebek cenderung masih mengambil stok dari tempat penjagalan langganan mereka masing-masing yang belum tentu terjamin standar kebersihannya.

Yuga mencontohkan kondisi di Pasar Keputran Selatan. Di kawasan pinggir jalan raya tersebut, aroma tak sedap kerap tercium akibat aktivitas pemotongan unggas. 

“Contohnya di Pasar Keputran Selatan itu. Bekas pemotongan, misalnya darah dan hasil cucian unggas, diduga mengalir langsung ke sungai yang ada di belakangnya,” ungkap Yuga.

Melihat kondisi ini, Yuga mendesak perlunya payung hukum yang tegas, baik berupa Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Wali Kota (Perwali), yang mengatur regulasi penjagalan unggas. 

Hal ini demi memastikan daging ayam yang beredar di Surabaya terjamin higienitas, kesehatan, dan kehalalannya.

“Kalau menurut saya harus ada Perda yang mengatur regulasi permasalahan ini. Kuncinya harus ada Perda atau Perwali yang tegas,” tegas Yuga.

Ia juga berencana berkoordinasi dengan Komisi D DPRD Surabaya untuk meninjau apakah Raperda tentang Kesehatan Hewan yang ada saat ini sudah mencakup materi permasalahan penjagalan tersebut.

Lebih lanjut, Yuga menekankan pentingnya sinergi antar BUMD, yakni PD Pasar Surya dan PT RPH, untuk menertibkan distribusi dan pemotongan unggas.

“Yang jelas RPU ini tantangannya adalah banyaknya penjagalan liar di Surabaya yang tidak memperhatikan higienitas ataupun limbahnya,” pungkasnya. (Nor)

    Leave feedback about this

    • Quality
    • Price
    • Service

    PROS

    +
    Add Field

    CONS

    +
    Add Field
    Choose Image
    Choose Video
    X