Surabaya menjadi salah satu kota di Indonesia yang mulai melarang penggunaan kantong belanja dari plastik. Langkah ini mendapat dukungan penuh dari DPRD Surabaya.
Isu tentang lingkungan memang bukan hal yang baru. Dampak dari menumpuknya sampah plastik yang membutuhkan ratusan tahun untuk dapan terurai telah ada di depan mata. Namun, hanya sedikit kota yang berani pasang badan dengan membuat payung hukum guna mengurangi sampah plastik. Surabaya salah satunya.
Melalui Peraturan Wali Kota Nomor 16 tahun 2022 Tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik, Pemkot Surabaya mulai melarang penggunaan kantong plastik di toko swalayan, pasar modern, restoran, dan pasar rakyat. Kini Surabaya menjadi salah satu dari sedikit kota yang selangkah lebih jauh dalam upaya melestarkan lingkungan.
Respon positif diungkapkan oleh DPRD Surabaya menyikapi kebijakan ini. Alfian Limardi, Anggota Komisi B DPRD Surabaya menilai kebijakan ini bisa berdampak positif untuk mengurangi beban timbunan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
“Setiap hari terdapat 1.782 ton sampah masuk ke TPA Surabaya. Tentunya ini harus disikapi oleh semua pihak,” ujarnya.
Lebih lanjut, legislator muda ini mengungkapkan berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2020, 19,4 persen dari total sampah di Surabaya merupakan sampah plastik.
“Sebenarnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri LHK 75/2019 untuk mengurangi sampah. Bahkan KLHK mentarget penurunan sampah hingga 30 persen di tahun 2030,” jelasnya.
Dengan demikian, langkah Pemkot Surabaya berjalan linier dalam mendukung target pengurangan sampah nasional. Namun, Alfian menyarankan agar kebijakan ini tidak hanya menyasar produsen skala besar, melainkan juga para pelaku UMKM di Surabaya.
“Saat ini ada sekitar 23 ribu pelaku UMKM di Surabaya. Mereka juga harus dilibatkan dalam upaya pengurangan sampah plastik. Ini untuk menginisiasi pengurangan penggunaan kemasan plastik,” ujarnya.
Menurutnya, Pemkot Surabaya bisa memulainya dengan melibatkan pelaku UMKM yang ada di kampung kue, kampung tempe, kampung lontong, dan kampung pro iklim di Surabaya. Para pelaku UMKM bisa mengganti kemasan produknya dengan tas kain atau kemasan kertas. Kemudian untuk pengganti bubble wrap bisa menggunakan karton corrugated dan selotip kertas sebagai pengganti selotip plastik.
Begitu pula dengan UMKM yang menjual produk makanan dan minuman. Bisa mengganti wadah makanan dengan kertas serta menggunakan sedotan kertas yang kini mudah ditemukan di pasaran.
“UMKM yang berperan penting dalam upaya pengurangan sampah plastik bisa diberi apresiasi oleh Pemkot Surabaya. Hal ini baik untuk mendorong kesadaran para pelaku UMKM lainnya,” ujarnya.
Harapannya, kebijakan pengurangan sampah plastik ini tidak hanya berakhir pada sosialisasi dan imbauan, namun juga harus ada penegakannya. Sehingga target pengurangan sampah plastik di Surabaya benar-benar bisa tercapai. (fen)
Leave feedback about this