Kasus guru di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kecamatan Tambaksari Surabaya menyedot perhatian publik. Termasuk anggota Komisi D DPRD Surabaya yang mengaku miris atas perbuatan oknum tersebut.
Ajeng Wira Wati Wakil Ketua Komisi D bidang pendidikan dan kesehatan mengatakan semua sekolah, baik yang di bawah kewenangan Dinas Pendidikan maupun Kemenag musti bisa mewujudkan sekolah ramah anak.
“Ini hal yang miris, tidak hanya mengenai anak tapi juga mengenai ke persoalan gender perempuan,” kata Ajeng, Senin (6/3/3/2023).
Komisi D yang baru kelar merumuskan Perda Perlindungan Anak ini juga ingin semua pihak ikut mendukung persoalan anak. Bagi Ajeng, sosialisasi terkait pelecehan seksual penting ditujukan ke semua pihak.
“Kita ingin memastikan semua pihak terutama di sekolah yang ada di Surabaya, dibawah naungan Dispendik maupun Kemenag harus mengetahui dan juga bisa mewujudkan sekolah ramah anak. Sosialisasi terkait pelecehan seksual itu paling penting,” tambahnya.
Sekolah ramah anak yang dimaksud Ajeng adalah sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi semua siswa/siswi. Partisipasi siswa/siswi bebas untuk mengeluarkan pendapat dan uneg-uneg
“Memastikan anak mengeluarkan uneg-uneg ke teman sebaya, guru bimbingan konseling maupun ke orang tua,” tutur politisi Gerindra.
Ajeng berharap, korban pelecehan seksual ini mendapatkan pendampingan hingga sehat dan sembuh dari trauma. Pendampingan dari sekolah dan berbagai OPD pemkot sangat memengaruhi kesembuhan korban hingga siap masuk sekolah dan ceria kembali.
“Memastikan korban mendapatkan pendampingan dari berbagai OPD, dari dinas kesehatan misal ada psikolognya, dari dinas sosial juga. Didampingi hingga anak (korban) ini sehat, tidak trauma dan ceria kembali agar tidak pudar masa anaknya,” pungkas Ajeng.
Kasus pelecehan yang dilakukan oknum guru SD/MI di Tambaksari Surabaya dilaporkan ke Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Surabaya. Kanit PPA AKP Wardi Waluyo mengungkapkan ada 7 laporan terkait dugaan pencabulan yang dilakukan oknum guru tersebut. Laporan dilakukan pada Kamis (16/2/2023).
Aksi biadab itu mencoreng dunia pendidikan di Kota Surabaya. Sebab, perilaku pendidik tersebut melenceng dari nilai teladan. Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Kota Surabaya Yusuf Masruh merasa sangat prihatin dengan kasus itu. Meski bukan otoritasnya karena pengelolaan madrasah berada di bawah kewenangan Kemenag Kota Surabaya, pihaknya tetap menyesalkan peristiwa yang terjadi di lingkungan sekolah itu. (Nor)