aspirasivirtual.com Blog Berita Perspektif Soal KK yang Diblokir, Ini Usul Fraksi Gerindra
Perspektif

Soal KK yang Diblokir, Ini Usul Fraksi Gerindra

Sebanyak delapan ketua RW se-Kelurahan Simolawang mengadukan pemblokiran kartu keluarga (KK) ke Fraksi Partai Gerindra di lantai VII Gedung DPRD Surabaya. 

Ketua RW II Simolawang Agus Zainal Arifin mengatakan, persyaratan pindah data kependudukan saat ini berbelit-belit. Salah satunya harus memiliki surat tanah. 

Padahal, lanjut dia, Dispenduk seyogyanya mengetahui kondisi kepemilikan tanah di Surabaya ada yang milik PT KAI, ada juga tanah negara. 

“Jadi kalau engga bisa memenuhi surat tanah yang legal seperti Petok D atau sertifikat ini engga bisa masuk (Adminduk). Banyak warga saya yang sudah pindah ke Surabaya, tapi dia tidak memenuhi syarat tersebut jadi tidak bisa masuk (Adminduk),” kata Agus. 

Hal ini ditanggapi oleh Bendahara Umum Fraksi Gerindra Surabaya Ajeng Wira Wati. Ia meminta pemkot tidak gegabah memblokir KK warga. Menurutnya, pemkot perlu memilah dan mencatat warga Surabaya yang indekos maupun mengontrak di kawasan lain. 

“Pemblokiran KK kenapa harus dihantamkan dengan kebijakan yang tidak sesuai dengan keadaan kota Surabaya. Harus dipilah lagi dan harusnya mencatat warga yang ngekos, warga yang ngontrak,” kata Ajeng, Senin (1/7/2024). 

Ajeng mengimbau, warga Surabaya yang masih indekos atau sewa kontrak di kawasan Kota Pahlawan tidak perlu diblokir KK-nya. 

Justru yang harus diblokir adalah warga Surabaya yang memang sudah ke luar kota. Sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dengan peraturan satu rumah maksimal 3 KK. 

“Kalau sudah pindah ke luar kota tidak apa-apa dicoret KK-nya. Tapi aturan satu rumah harus 3 KK itu bikin gaduh dan membingungkan masyarakat,” tegas perempuan yang juga Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya. 

Memang, tambah Ajeng, Fraksi Gerindra mendapat informasi bahwa Walikota Surabaya Eri Cahyadi menemukan adanya satu rumah yang terdiri dari 50 KK.  Namun hal itu tidak elok bila dikaitkan dengan bansos yang kerap diklaim menjadi beban pemkot. 

Ajeng menegaskan bahwa tidak semua warga Surabaya yang memiliki KK membutuhkan bansos. 

“Masyarakat di sini mayoritas nomaden. Ada yang ngekos, ada yang ngontrak. Mereka juga ada yang tidak mengharapkan bantuan sama sekali. Jadi tidak elok bila dikaitkan akan jadi beban pemkot. Ini yang harus kita bela demi keadilan,” ucap Ajeng. (Nor)

Exit mobile version