Ketua Komisi A DPRD Surabaya menanggapi rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur, dengan mengajukan utang sebesar Rp 5,6 triliun ke PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Sebagai informasi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Surabaya sejumlah Rp12,3 triliun, dinilai masih kurang.
Menurut Yona, sebelum keputusan terkait rencana utang ini diambil, Pemkot Surabaya harus memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai tujuan dan mekanisme penggunaan dana tersebut.
Politisi Gerindra ini menyatakan bahwa DPRD Kota Surabaya sebagai lembaga legislatif memiliki tugas untuk membuat kebijakan, mengawasi anggaran, dan menampung aspirasi warga. Maka ia menekankan penting bagi Pemkot untuk memberikan penjelasan mengenai prioritas penggunaan hutang tersebut.
“Jika hutang ini digunakan untuk kepentingan warga Surabaya, seperti peningkatan kesejahteraan, pembangunan rumah sakit, penanggulangan banjir, atau proyek-proyek mendesak lainnya, saya akan mendukung. Namun, jika digunakan untuk proyek yang kurang prioritas, saya akan menentangnya,” kata Yona.
Ia juga menambahkan bahwa beberapa sektor penting yang bisa menjadi prioritas dalam penggunaan dana tersebut antara lain pembangunan fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit.
“Jika utang tersebut digunakan untuk membangun rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh warga, saya sangat mendukung. Namun, jika digunakan untuk pembangunan jalan yang masih bisa ditangani dengan anggaran yang ada, saya rasa itu perlu dipertimbangkan kembali,” ujarnya.
Yona juga menekankan bahwa transparansi dan mekanisme yang jelas sangat penting dalam pengelolaan utang tersebut. Hal ini bertujuan untuk memastikan, dana yang dikeluarkan benar-benar digunakan untuk kepentingan dan kebutuhan warga Surabaya, serta sesuai dengan prioritas pembangunan yang telah direncanakan.
Sebelumnya, Kepala Bappedalitbang Kota Surabaya Irvan Wahyudradjad mengakui bahwa pemkot memerlukan dana besar untuk mendukung percepatan pembangunan lima tahun ke depan.
“Kami butuh pinjaman Rp 5,6 triliun. Saat ini sedang menjajaki kemungkinan terbaik dari lembaga keuangan bukan bank maupun dari perbankan. Memilih opsi dengan bunga paling rendah dan persyaratan ringan,” ucap Irvan. (Nor)