Blusukan

Menyambangi Masjid Peninggalan Sunan Ampel, Saksi Bisu Perkembangan Syiar Islam di Penele

Sekilas, Kampung Peneleh Gang 5 seperti halnya gang kampung lainnya di Surabaya. Tak ada tetenger apapun yangmenunjukkan bahwa gang ini banyak menyimpan sejarah perkembangan Islam di Surabaya dan Indonesia. Namun, begitu masuk, mata pengunjung akan tertuju kepada sebuah tembok hijau berbentuk setengah lingkaran.

Bangunan berdesain mencolok itu tak lain adalah Masjid Jami Peneleh. Masjid ini berusia ratusan tahun. Bahkan,disebut-sebut sebagai peninggalan Sunan Ampel dan telah berdiri sejak tahun 1421. Masjid ini juga disebut sebagaisalah satu masjid tertua di Surabaya.

Sejarawan sekaligus inisiator komunitas sejarah Begandring, Kuncarsono Prasetyo mengatakan bahwa Masjid Jami Peneleh menjadi bagian penting dari penyebaran agama Islam di Surabaya. Setiap detail ornamen di masjid itumemiliki makna yang tak jauh-jauh dari ajaran Islam.

Misalnya soal bentuknya yang seperti kapal dan adanya ornamen mirip tengkorak manusia di tiang penyangganya.

“Masjid ini bentuknya menyerupai kapal yang terbalik yang menghadap ke arah Ka’bah, ditambah ornament tengkoraktadi. Akhirnya dimaknai bahwa masjid ini bak kapal yang berlayar menuju Mekah dan mengingatkan kita padakematian,” tuturnya.

Soal kapan tahun berdiri masjid ini, Kuncar menyebut ada banyak versi. Perbedaan ini juga yang memicu perdebatan apakah masjid ini benar-benar peninggalan dari Sunan Ampel.

“Ada yang bilang Masjid Jami berdiri tahun 1400an, versi lain 1500an. Nah, perbedaan ini karena orang menghubungkan pada lini masa perjalanannya Sunan Ampel di Surabaya, sebab tidak ada catatan pasti,” ujarnya.

Lepas dari perdebatan itu, keberadaan masjid Jami Kampung Peneleh cukup menjadi bukti bahwa daerah ini pernah menjadi pusat pengembangan Islam sejak ratusan tahun lalu.

Menurut Kuncar, memasuki abad ke-20, masjid ini juga masih menjadi poros utama perkembangan organisasi Islam di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama (NU). Salah satu buktinya adalah adanya keterkaitan Masjid Jami Peneleh denganpelaksanaan Muktamar NU yang ke-2.

“Buktinya ada. NU berdiri 1926, pada saat itu Muktamar ke-2 di tahun 1927 bertempat di Hotel Muslimin (nama Hotel Bali dulu) di Peneleh. Di satu literatur ada foto para anggota Muktamar termasuk Hasan Gipo, Ketua Umum PBNUpertama, di depan bangunan Masjid Jami Peneleh,” jelasnya.

Tak sekadar syiar agama dan perkembangan organisasi Islam, Masjid Jami Peneleh juga menjadi bagian panjang dari sejarah kemerdekaan Indonesia. Masjid ini sempat menjadi markas bagi kelompok pasukan militer kiai dan santri,yakni Laskar Hizbullah.

Dukut Imam Widodo dalam bukunya, Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe menyebutkan bahwa di dalam sumur masjid banyak ditenggelamkan senjata milik Laskar Hizbullah untuk menghilangkan jejak. “Hal itu karena Masjid Jami Peneleh pernah menjadi markas Laskar Hizbullah,” tulisnya di halaman 445.

Ratusan tahun setelah berdiri, Masjid Jami Peneleh masih menjadi salah satu pusat kegiatan keagamaan dan sosial disana. Salah satu warga setempat, Laili (62) mengaku merasakan betul bagaimana masjid tersebut menjadi poros utama aktivitas warga Peneleh.

“Dari lahir saya sudah di sini. Ya, dari kecil sudah ke masjid sini. Tapi kan sekarang beda sama dulu. Ini, dulu pakai ubin kuning. Gak kayak gini. Cagaknya (pilar) masih sama. Iya, langit- langit juga. Kalau lainnya mungkin sudahbanyak berubah,” ujar Laili, Selasa (12/3/2024).

Di bulan Ramadan seperti ini misalnya, pengurus masjid menyediakan takjil gratis bagi warga. Kegiatan di masjid inipun semakin beragam, berbanding lurus dengan jumlah jemaahnya yang terus bertambah.”Kalau tiap habis Subuh ada kajian, tiap harinya ustaznya beda-beda. Kalau ustaznya kondang, pengikutnya dari daerah lain datang semua ke sini, jadi ramai,” katanya. Laili pun berharap Masjid Peneleh terus lestari dan tetap menjadi pusat kegiatan umat sampaikapanpun.

Exit mobile version