Keberadaan reklame dengan ukuran 2 x 4 meter dan tinggi 6 meter di Jalan Jolotundo, Pacar Keling menuai keluhan dari warga sekitar. Warga menilai, reklame tersebut bisa membahayakan bangunan rumah di sekitarnya.
Untuk itu, Komisi C DPRD Surabaya memanggil pihak-pihak terkait. Mulai dari warga, Bapenda atau Badan Penerimaan Daerah Kota Surabaya, Dinas PUPR Cipta Karya, Bagian Hukum, hingga perusahaan pemilik reklame tersebut, Rabu (19/3/2022). Menurut Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, protes keras yang dilayangkan oleh warga sekitar juga dikarenakan tidak adanya etika baik perusahaan reklame dalam menjalin komunikasi dengan warga. Untuk itu, warga meminta DPRD Surabaya untuk meninjau apakah reklame tersebut telah sesuai aturan atau tidak.
“Dari data yang kami lihat, kami menyimpulkan bahwa reklame di Jalan Jolotundo, Pacar Keling jelas menyalahi aturan yaitu, tidak sesuai dengan SIPR yang telah diterbitkan dengan peletakan papan reklame tersebut,” ujarnya.
Aning menjelaskan, semua izin yang meliputi pendirian reklame tersebut sudah lengkap. Mulai dari perjanjian antara perusahaan reklame dengan pemilik aset, hingga adanya SIPR yang telah diterbitkan oleh dinas.
“Persoalan dengan perusahaan pemilik reklame sudah clear tinggal masalahnya di Bapenda, ini titik permalasalahannya. Ternyata SIPR yang diterbitkan Bapenda Surabaya tidak sesuai dengan pemasangan reklame di lapangan,” imbuhnya.
Aning menambahkan, reklame yang sudah berdiri di Pacar Keling itu adalah asetnya PT KAI. Namun mundur 2 meter itu sudah masuk garis sepadan jalan dan ini merupakan aset Pemkot Surabaya.
Komisi C DPRD Surabaya juga meminta kepada Bapenda dan dinas terkait untuk mengevaluasi penerbitan SIPR reklame tersebut. Agar penataan reklame di Surabaya sesuai dengan penegakan perda yang berlaku. Apabila ada reklame yang dibangun tidak sesuai dengan SIPR, maka mau tidak mau harus diubah.
“Artinya jika tidak sesuai dengan Perda meskipun SIPR sudah terbit, tetap reklame tersebut harus dipindahkan, atau dialihkan, atau izinnya dicabut,” ujarnya.
Memang seyogyanya Pemerintah Kota Surabaya tak hanya sekadar menerbitkan izin bagi pembangunan reklame, namun juga mengawasi serta memastikan pembangunannya berjalan semestinya sesuai dengan SIPR. Bila fungsi pengawasan ini lemah, maka izin yang diterbitkan tak ubahnya hanya sebuah kertas tanpa makna.
DPRD Surabaya berharap kejadian ini tidak akan terulang lagi di kemudian hari. Sebab, pembangunan reklame yang tidak sesuai dengan SIPR bisa merugikan masyarakat sekitar. Apalagi bila menyangkut keselamatan warga Surabaya. (Fen)