Di tengah naiknya harga minyak mentah dunia, mengharuskan Pemerintah Republik Indonesia pada akhirnya menempuh jalan terjal untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menaikkan harga BBM bersubsidi memang tak pernah menjadi kebijakan favorit di masyarakat. Namun, besarnya subsidi yang harus ditanggung oleh APBN akan semakin membengkak bila harga BBM subsidi di masyarakat tidak dinaikkan.
Sebenarnya, kenaikan harga BBM bukanlah pertama kali terjadi di Indonesia. Hampir semua presiden di Indonesia pernah membuat kebijakan menaikkan harga BBM di masyarakat. Kecuali Presiden BJ. Habibie. Itupun karena masa jabatannya yang tidak lama. Dan di setiap terjadi kenaikan BBM selalu diwarnai dengan aksi pro dan kontra.
Pro dan kontra ini pula yang terjadi saat ini. Baik di tingkat pusat hingga daerah, pendapat pro dan kontra terhadap kebijakan kenaikan harga BBM akan selalu ada. Termasuk di tingkat legislatif Kota Surabaya.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Cahyo Siswo Utomo menilai bahwa kebijakan kenaikan harga BBM tidak tepat waktunya. Sebab, saat ini masyarakat sedang berupaya bangkit dari keterpurukan perekonomian akibat pandemi. Kenaikan harga BBM akan memberikan efek domino terhadap beragam komoditas lainnya di pasaran.
“Beberapa wkatu lalu, rakyat terpukul dengan kenaikan harga minyak goreng. Belum selesai minyak goreng, harga telur meroket. Rumah tangga di seluruh Indonesia akan semakin terpukul dengan kenaikan BBM bersubsidi. Akan terjadi efek domino kenaikan harga di sektor lainnya,” ujarnya kepada awak media, Kamis (8/9/2022).
Untuk itu pihaknya mendesak agar pimpinan DPRD Surabaya dan Wali Kota Surabaya menyampaikan sikap penolakan kenaikan BBM bersubsidi kepada pemerintah pusat. Terkait dengan bengkaknya anggaran subsidi di APBN bila harga BBM tidak dinaikkan, Cahyo menilai bisa di atasi dengan melakukan efisiensi terhadap APBN.
“Presiden RI Joko Widodo bisa melakukan efisiensi terhadap APBN dan mencegah serta mengataasi kebocoran-kebocoran anggaran sehingga tidak mengurangi pos anggaran subsidi BBM untuk rakyat,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Syaifudin Zuhri memiliki pandangan lain atas kenaikan BBM bersubsidi ini. Ia menilai bahwa menaikkan harga BBM merupakan keputusan sulit yang harus diambil pemerintah. Menurutnya, selama ini subsidi BBM yang memakan anggaran besar di APBN kerap dinikmati oleh orang yang sebenarnya mampu.
“Oleh karena itu, ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam penyaluran subsidi kepada masyarakat agar lebih maksimal,” ujarnya.
Sebab, pemerintah pusat tidak hanya sekadar menaikkan harga BBM subsidi, namun juga telah menyiapkan bantalan sosial berupa bantuan-bantuan langsung tunai. Dimana anggaran bantuan tersebut merupakan pengalihan dari subsidi BBM yang selama ini diberikan.
Dari tingkat pusat hingga daerah, pemerintah telah berkomitmen untuk mengawal bantuan sosial ini agar tepat sasaran. Sehingga penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran bisa dikendalikan secara optimal.
“Terkait pro kontra, itu kan bagian dari sistem demokrasi. Maka perlu disikapi dengan bijak,” tandas Syaifudin Zuhri.